Senin, 12 Maret 2012

pengertian dakwah menurut al-Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Secara etimolologi dakwah berasal dari bahasa arab yaitu da’a, yad’u, da’wan, du’a yang artinya sebagai ajaran, menyeru, memanggil, seruan, permohonan dan permintaan. Istilah dakwah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amar ma;ruf dan nahi munkar, nau’idzhoh hasanah tabsyir, tabiyah, ta’lim dan khutbah.
            Sebelum mendata seluruh kata dakwah, dapat didefinisikan bahwa dakwah adalah sebagai kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk memilih jalan Allah dan istiqomah di jalanNya serta berjuang bersama meninggikan agama Alllah. Oleh karena itu, secara terminologi pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat.[1]
            Namun dari semua pengertian dakwah diatas, tidak hanya sebatas itu pengertian dakwah, karena didalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang ditafsirkan bahwa dakwah bias juga bemakna doa seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186, Ar-radu ayat 13-14, dan ayat-ayat yang lain secara gamblan atau jelas menjelaskan pengertian dakwah tidak sebatas ajakan, seruan, maupun panggilan.
B. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas, dapat di ambil dari beberapa permasalahan yaitu :
1.      Apa pengertian dakwah menurut Surat Al-Baqarah ayat 186 ?
2.      Bagaimana pengertian dakwah menurut surat-surat yang lain ?




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dakwah menurut Surat Al-Baqarah ayat 186
                Didalam surat Al-Baqarah 186 yang berbunyi :



Artinya :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka memperoleh kebenaran.[2]
             Doa berasal dari bahasa Arab "ad-du'aa" jamak dari "da'wah".  Makna doa adalah permohonan pertolongan dan bantuan seorang hamba kepada Tuhannya.  Hakikat doa adalah menunjukkan kebutuhan kepada-Nya dan mengakui tidak ada daya dan kekuatan kecuali milik-Nya.  Dalam doa terdapat pujian kepada Allah dan penyandaran kebaikan dan kemuliaan-Nya.
              Dalam penjelasan Allah Ta'ala, ayat yang memotivasi untuk berdoa ini diselipkan di antara hukum-hukum puasa sebagai petunjuk agar bersungguh-sungguh dalam berdoa setelah menyelesaikan jumlah hari dalam sebulan, bahkan pada setiap kali berbuka, sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Abu Daud at-Thayalisi dalam musnadnya dari Abdullah bin Umar, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda,
"Ketika orang yang berpuasa berbuka maka dia memiiki doa yang diijabahi (dikabulkan)" (HR Abu Daud)


              Ibnu Abi Hatim berkata dengan sanadnya dari Muawiyah bin Haidah al-Qusyairi, "Seorang Badui bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita itu dekat sehingga kita dapat bermunajat kepada-Nya ataukah jauh hingga Dia perlu kita seru?'  Nabi diam sejenak, kemudian turunlah ayat, "Dan apabila hamba-hambaku bertanya tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat.  Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku,"  Apabila kamu menyuruh mereka berdoa kepada-Ku, maka berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkan.

              Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari, dia berkata, "Kami tengah bersama Rasulullah saw. dalam suatu perang.  tidaklah kami mendaki tanjakan, menaiki bukit, dan menuruni lembah melainkan kami bertakbir dengan suara lantang."  Abu Musa berkata, "Maka Rasulullah mendekati kami, kemudian bersabda, 'Wahai manusia, kasihanilah dirimu.  Sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada yang tuli atau ghaib, kamu berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.  Sesungguhnya Zat yang kamu seru adalah lebih dekat kepadamu daripada dekatnya kamu ke leher kendaraannya.  Hai Abdullah bin Qais, maukah kuajari kamu sebuah kalimat dari perbendaharaan surga?  Yaitu 'tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah.'"  Hadits ini dikemukakan dalan shahihain dan oleh sekelompok ulama hadits lainnya.  Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Doa seseorang di antara kamu akan dikabulkan selama dia tidak meminta untuk dipercepat dengan mengatakan, 'Aku sudah berdoa, namun doaku tidak dikabulkan,'" (HR Malik)

              Hadits ini dikemukakan dalam shahihain dari Malik.  Dari Anas dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Seorang hamba senantiasa berada dalam kebaikan selama dia tidak meminta untuk disegerakan."  Para sahabat bertanya, "Bagaimana cara memintanya?"  Rasulullah saw. bersabda, "Orang itu mengatakan, 'Aku sudah berdoa kepada Tuhanku, namun doakutidak kunjung dikabulkan.'"

              Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Shalih, dari ibnu Abbass, telah menceritakan kepadaku Jabis bin Abdillah, "Bahwa Nabi saw. membaca ayat, 'Apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku kepadamu, maka sesungguhnya Aku adalah dekat; aku memenuhi permohonan orang yang berdoa jika dia memohon kepada-Ku.'  kemudian Rasulullah bersabda, 'ya Allah, Engkau menyuruh berdoa dan untuk menyerahkan pemenuhan doa kepada-Mu.  Ya Allah, aku memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya segala puji dan nikmat serta kerajaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.  Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Tunggal, Esa, tempat bergantung, tidak melahirkan, tidak dilahirkan, dan tidak ada satu perkara pun yang sepadan dengan-Mu.  Aku bersaksi bahwa janjimu itu Hak.  Aku bersaksi bahwa pertemuan dengan-Mu itu hak, surga itu hak, neraka juga hak, dan kiamat pasti datang serta tak dibimbangkan, dan Engkau pun akan membangkitkan makhluk dari kubur.'"[3]

              Sementara itu, al-Hafizh Abu Bakar al-Bazar meriwayatkan dari Anas, dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda,
"Allah Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam, satu untukmu, satu untuk-Ku, dan satu antara Aku dan kamu.  Satu untuk-Ku adalah hendaklah kamu menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku dengan apa pun.  Yang satu untukmu ialahapa pun yang kamu amalkan akan Aku tepati.  Dan yang satu antara Aku dan kamu ialah, kamu yang berdoa dan Aku yang mengabulkannya.'" (HR Al-Bazar)

              Ayat yang memotivasi berdoa ini Allah Ta'ala menjelaskan sebagai selingan dari penuturan hukum-hukum puasa.  Cara demikian merupakan bimbingan dari Allah agar bersungguh-sungguh dalam berdoa setelah menuntaskan bilangan puasa selama sebulan, bahkan setiap kali berbuka.  Sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Imam Abu Daud ath-Thayalisi dengan sanadnya dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda,
"Bagi seorang yang berpuasa, maka saat berbuka puasa adalah saat diijabahnya doa." (HR Abu Daud)

              Oleh karena itu, apabila Abdullah bin Umar berbuka, maka dia berbuka bagi keluarga dan anak-anaknya. Dalam musnad Imam Ahmad, Sunan Tarmidzi, nasa'i, dan Ibnu Majah dikatakan dari Abu Hurairah bahwa berkata rasulullah saw.,
"Ada tiga orang yang doanya tidak akan ditolak; penguasa yang adil, orang yang berpuasa hingga dia berbuka, dan permohonan orang yang dizalimi.  Allah akan menaikkan doa itu pada hari kiamat tanpa penghalang dan akan dibukakan pintu-pintu langit bagi doa itu serta Dia berfirman, 'Demi kemuliaan-Ku, sesungguhnya Aku akan menolongmu walaupun setelah waktunya berakhir. '" (HR Ahmad)
Ibnul Jauzi dalam tafsirnya ( I / 189) berkaitan dengan ayat diatas menyebut lima peristiwa tentang latar belakang turunnya ayat diatas adalah :
Pertama : seorang arab badui mendatangi Nabi SAW kemudian berkata : apakah Rabb kita dekat sehingga kita bermunajad (berbisik) dengan-Nya ataukah jauh sehingga kita menyeruh-Nya ? maka turunlah ayat ini.
Kedua : yahudi Madinah berkata : wahai Muhammad ! Bagaimana Rabb kita mendengar doa kita sedangkan engkau menganggap antara kita dan langit berjarak perjalanan lima ratus tahun ? maka turunlah ayat ini.
Ketiga : Mereka (Sahabat) berkata : Wahai Rasulullah ! seandainya kita mengetahui kapan waktu yang paling disukai Allah untuk kita berdoa dengan doa kami. Maka turunlah ayat ini.
Keempat : sahabat-sahabat Nabi SAW berkata kepadanya : dimana Allah ? maka turunlah ayat ini.
Kelima : ketika diharamkan makan dan hubungan suami istri setelah bangun tidur pada masa awal-awal diwajibkannya puasa atas orang-orang islam, seorang dari mereka (sahabat) makan setelah bangun tidur dan seorang berhubungan suami isteri setelah bangun tidur, maka mereka bertanya : Bagaimana cara bertaubat dari apa yang telah mereka lakukan ? kemudian turunlah ayat ini.
Dari penjelasan diatas bahwa dakwah bukan hanya berupa ajakan, seruan, panggilan tetapi lebih mengandung makna yang lebih luas yaitu doa.

B. Pengertian Dakwah Menurut Ayat Lain
v  Dalam surat Ar-Rum ayat 25 yang berbunyi sebagai berikut :




Artinya :
Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah berdiri-Nya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu keluar.[4]
            Segala sesuatunya berjalan seperti itu hingga masa berlakunya tatanan dunia ini habis, pada saat itu akan kacaulah tatanan alam, lalu bumi ini diganti dengan bumi yang lain, gunung-gunung akan hancur lebur. Dan pada saat itu kalian akan keluar dari kubur kalian dengan segera, yaitu sewaktu penyeru (Malaikat Israfil) memanggil kalian untuk hidup kembali.[5]
            Ayat lain yang maknanya senada adalah firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 52 :


Artinya :
Yaitu pada hari dia memanggil kalian, lalu kalian mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kalian mengira bahwa kalian tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.
           


Artinya :
Maka sesungguhnya kebangkitan itu hanya satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali. (An-Naziat 13-14)



Dan firman-Nya yang lain :


Artinya :
Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kapada kami. (Yasin 53)
            Dari Surat Ar-Rum ayat 25 di atas menerangkan bahwa tanda-tanda yang lain kekuasaan Allah adalah langit tanpa tiang penyangga dan bumi yang bulat tanpa ada tiang pancangnya. Berdirinya langit dan bumi dengan iradat Allah mengandung arti bahwa eksistensi keduanya tetap dalam penjagaan dan pengaturan-Nya. Dengan iradat Allah (biamrihi) disini maksudnya adalah kekuasaan dan kesanggupan-Nya. Bila seseorang berpendapat bahwa alam semesta ini, baik langit maupun bumi, telah ada sedemikian rupa menurut tabiatnya, tanpa dipelihara oleh Allah, bagaimana pula pendapat mereka tentang aturan alam yang sangat harmonis itu, sehingga yang satu dengan yang lainnya, tak pernah bertabrakan.
            Sebagian manusia mengingkari alam ini ciptaan Allah dan berada dibawah penjagaannya karena tidak mau mengakui keesaan-Nya. Langit dan bumi akan tetap dalam keadaannya yang sekarang ini sampai datannya suatu saat yang telah ditentukan, yaitu terjadinya hari kiamat. Ketika saat itu datang, manusia akan memenuhi panggilan Tuhan untuk bangkit dari dalam kubur.[6]
            Kapan datangnya hari kebangkitan itu tidak diketahui oleh seorangpun. Suatu hal jelas adalah seruan kebangkitan datang setelah manusia mati semuanya. Ungkapan “seketika” itu kamu keluar (dari kubur), menunjukan bahwa kebangkitan dari kubur itu langsung setelah seruan tidak terlambat walaupun sesaat”.
           

Kata-kata seketika itu atau kata tiba-tiba dalam ayat 25 ini di tujukan kepada mereka yang tidak menghendaki hari kebangkitan, dan tidak tidak percaya dengan hari akhirat. Oleh karena itu, dapat dipahami apabila mereka dibangkitkan pada hari kiamat, mereka tercengang dan merasa heran.[7]

v  Dalam surat Ar-Ra’du ayat 14 yang berbunyi sebagai berikut :





Artinya :
Hanya kepada Allah doa yang benar. Berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat mengabulkan apapun bagi mereka, tidak ubahnya seperti orang yang meombukakan kedua telapak tangannya kedalam kedalam air agar (air) sampai ke mulutnya. Padahal air itu tidak akan sampai kemulutnya. Dan doa orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah yang memiliki wewenag untuk mengabulkan doa yang benar. Ada pula yang menafsirkan : hanya kepada Allah saja seruan yang benar tentang ketauhidan, kemurnian, dan keikhlasan dalam beribadah. Berhala-berhala yang disembah kaum musyrik tidak dapat mengabulkan doa mereka sedikitpun. Meminta sesuatu kepada berhala ibarat orang yang ingin minum, tetapi hanya membuka kedua telapak tangannya kedalam air. Ia berharap supaya air itu naik sendiri kedalam mulutnya. Padahal air itu tentu tidak akan mungkin masuk dengan sendirinya kedalam mulutnya tanpa ditampung dengan kedua telapak tangan. Demikian pula berhala-berhala yang mereka sembah, jangnkan memenuhi permintaan penyembahnya, ditanya saja mereka tidak dapat menjawab.

Doa dan ibadah orang-orang kafir kepada berhala hanya sia-sia belaka. Bila mereka berdoa kepada Allah, doanya tidak dikabulkan karena mereka tidak meyakini kekuasaan-Nya. Jika mereka berdoa kepada berhala-berhala, sedikitpun mereka tidak bias mendengar apalagi menagbulkan permintaanya.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
v  Dalam Surat Al-Baqarah 186 menjelaskan bahwa pengertian dakwah merupakan doa dan tidak selamanya yang dipahami selama ini berupa ajakan, seruan, panggilan, mengundang.

v  Dalam Surat Ar-rum 25 menjelaskan bahwa pengertian dakwah yang bermakna panggilan


v  Dalam Surat Ar-Ra’ad menjelaskan bahwa pengertian dakwah bermakna doa






DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Semarang : CV. Toha Putra Semarang, 1992
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Mekar Surabaya, 2002
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta : Lemwbaga Pencetakan Al-Qur’an Departemen Agama, 2009



[1] Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997), h.23
[2] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Mekar Surabaya, 2002) h 35
[3] Di akses di internet : www.google.com, selasa jam 22.00 Wit
[4] Ibid
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang : CV. Toha Putra Semarang, 1992), h 73
[6]Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta : Lemabaga Pencetakan Al-Qur’an Departemen Agama, 2009) h 488-489
[7] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar